Mengulur Naga

Erau Adat Kutai and Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) di Tenggarong Kutai Kartanegara selalu berlangsung meriah. Pesta adat yang selama sepekan menghibur warga Kutai Kartanegara, baik wisatawan lokal maupun mancanegara ditutup dengan kegiatan belimbur yang selalu ditunggu setiap pelaksanaan Erau Adat Kutai and Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) setiap tahunnya. Kegiatan ini juga dihadiri beberapa negara anggota CIOFF (International Council Of Organizations of Folklore Festivals and Folk Arts) yaitu Taiwan, Lithuania, Francis, Republik Ceko, Belgia, Mesir, Korea Selatan, dan negara lainnya yang ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan EIFAF. Erau Adat Kutai and Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) tak hanya sekedar berjalan sukses tapi mendapat apresiasi dari pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Erau Adat Kutai and Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) ini berjalan sukses sebab dari semua rangkaian acara mampu menyedot minat pengunjung lokal maupun mancanegara. Sejumlah acara yang mampu menyita perhatian di antaranya upacara adat Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Bepelas yang menyita perhatian dari tamu mancanegara. Selain itu pada pentas seni dan budaya yang juga di isi dengan kesenian dari beberapa negara-negara Interenational Council of Organization of Folklore Festival and Fokle Art (CIOFF) yang sangat diminati pengunjung terutama masyarakat Kutai Kartanegara sendiri.
Prosesi Puncak Kemeriahan Erau Adat Kutai and Erau International Folklore And Art Festival (EIFAF) di tandai dengan prosesi mengulur naga. Prosesi ini di gelar di halaman Keraton Kesultanan Ing Martdipura, Replika Naga akan menyusuri sungai mahakam dan berakhir di Kutai lama, Anggana.
Dua ekor naga yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kepala terbuat dari kayu yang di ukir mirip kepala naga dan di hiasi sisik warna warni dan diatas kepala terpasang ketopong ( mahkota ), di bagian leher terdapat kalung yang dihiasi kain berumbai warna warni. Bagian leher yang berkalung di sambungkan ke bagian badan yang terbuat dari rotan dan bambu, di bungkus dengan kain kuning. Pada kain kuning ini disusun sisik-sisik ular besar. Badannya seakan-akan seekor naga yang siap berjalan kearah tujuannya, selain itu bagian ekor terbuat dari kayu yang telah diukir menyerupai seekor naga.
Selama tujuh hari tujuh malam dua ekor naga ini telah di semayamkan di bagian serambi kanan keratin untuk naga laki, dan di bagian bawah sekitar dada di taruh / di tempatkan masing-masing penduduk lengkap dengan isinya di hadapan serambi kiri kanan tempat naga bersemayam terdapat titian di sebut rangga titi tempat naga di turunkan yang di hampari kain kuning untuk menuju sungai, sebelum naga di turunkan dari persemayamannya, ada prosesi persembahan oleh dewa belian memberi jamuan dan besawai bahwa naga akan di turunkan. Selesai ritual oleh dewa belian, 17 orang laki-laki berpakaian lengkap ( celana panjang batik, baju cina lengan panjang putih, sarung diikatkan di pinggang dan di kepala di ikatkan potongan kain batik di sebut pesapu ). Mulai bergerak mengangkat kedua naga tersebut bersamaan dan mulai menuruni titian menuju sungai, sedangkan dewa belian berjalan di bagian muka sebagaian muka sebagai kepala jalan sambil membawa perapen / persepan.
Saat perjalanan naga menuju ke sungai di hantar oleh empat orang pangkon laki dan empat orang pangkon bini (wanita) dan seorang membawa molo / guci untuk untuk mengambil air tuli yang di apit oleh dewa belian laki bini yang membawa perapen / persepan. Sedangkan di kiri dan kanan dua naga di apit oleh prajurit yang berpakaian lengkap dan membawa tombak. Sesampainya di tepi sungai ( pelabuhan ) dewa belian be memang ( prosesi ritual ) kemudian dua ekor naga di naikkan keatas kapal ( perahu motor ) dengan posisi menghadap kehaluan / depan kapal. Kapal dan pengiring naga bertolak ke hulu sungai menuju kepala benua sebagaimana titik awal prosesi menjamu benua dan berputar-putar sebanyak tiga kali baru menuruni sungai ke hilir. Dalam perjalanan tepatnya di pamerangan desa Jembayan Loa Kulu, perjalanan kapal di tambatkan, alunan gamelan di bunyikan dan dewa belian be memang untuk pemberitahuan kepada sekalian penghuni / penduduk / masyarakat gaib di sekitar pamerangan bahwa naga sedang di turunkan menuju tepian batu Kutai Lama, Anggana. Selepas wilayah pamerangan, kapal membawa naga melaju kembali hingga di tepian aji Samarinda Seberang, di tepian aji ini di sambut dengan acara ritual tokoh-tokoh suku bugis, kapal melambat dan dewa belian be mamang sambil mengalunkan gamelan yang juga sebagai pemberitahuan bahwa prosesi naga sedang di turunkan di Kutai Lama. Sesampainya di Kutai Lama, dewa belian be memang dan alunan gamelan di mainkan, kapal berputar di tepian batu Kutai Lama, di Tepian Batu ritual penyambutan di lakukan oleh para tokoh-tokoh masyarakat Kutai Lama dan para pengiring naga sambil menurunkan / melaboh dua ekor naga di tengah masyarakat Kutai Lama.
Sebelum naga tenggelam, bagian kepala naga tepatnya di daerah kalung naga harus di sembelih / di potong, begitupun di bagian ekor di potong. Bagian kepala dan ekor naga yang telah di potong di bawa kembali ke Tenggarong untuk di semayamkan hingga acara ngulur naga yang akan datang. Saat prosesi ini, air tuli di ambil untuk belimbur. Badan naga yang telah terpotong, menjadi perebutan masyarakat yang menghadiri prosesi ini dengan mengambil bagian sisik-sisiknya dengan berbagai macam tujuan yang bersifat mistis. Ada yang berperahu dan berenang mendekati badan naga yang siap di sisiki oleh para pengunjung. Secara perlahan, kerangka badan naga tenggelam di tutup gelombang / riak-riak air menghantarkannya ke dasar sungai.
Kabupaten Kutai Kartanegara